Terutama karena kondisi badan sedang kurang fit (common cold) dan waktu kunjungan pas di siang hari bolong… tapi ke semuanya itu tentu aja gak mengurangi niat untuk ketemuan dengan ibu-ibu di Cibangkong (plus ngambil pesanan).
Anyway, dompet pesanan pun diterima dengan selamat.
Dan seperti biasa, selalu puas dengan hasil buatan tangan ibu - ibu disana.
Bahkan kali ini sebagian dompet dengan corak baru jadi menginspirasi untuk pemberian nama, atau istilah kerennya 'nomenklatur' … supaya mirip dengan perombakan nomenklatur kementrian kabinet Jokowi : )
Sederhana saja, tujuan nomenklatur ini supaya memudahkan calon klien juga.
Apabila menginginkan dompet dengan corak tertentu cukup merujuk pada nama ataupun nomor yang diberikan.
Setali tiga uang, ibu - ibu pembuat material pun bisa merujuk pada nomenklatur serupa. Semisal ada yang ingin memesan dalam jumlah banyak corak tertentu, dapat merujuk pada penamaan yang ada.
Pemberian nama memang sengaja menggunakan bahasa Inggris, sebagai bahasa yang umumnya dikenal secara internasional, karena banyak calon klien berasal dari luar Indonesia.
Sebagai contoh, langsung saja bisa kita lihat pada gambar dibawah:
Black White #01 |
Dominasi warna putih (bentuk silang) dan coklat menjadi acuan pemberian nama 'Brown White #02' pada corak ini.
Red Stripes #03 |
Red Yellow #04 |
Black Yellow #05 |
Pink Finger #06 |
Red Cups #07 |
Dengan warna merah dan dominasi gambar cangkir, maka nama 'Red Cups #07' disandang corak ini.
Black Lotus #08 |
Pemberian nama 'Black Lotus #08' semata-mata karena teratai adalah bunga yang cantik dan angka delapan dipercaya orang dapat membawa keberuntungan :-)
B/w zigzag #09 |
Nama 'B/w zigzag #09' dianggap cocok mewakili corak ini.
.:~*~:..:~*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.*~:.
Sama seperti sebelumnya, kali ini mereka mengeluhkan masi kurangnya material bekas bungkus kopi sebagai bahan pembuatan dompet (!!!!) Sehingga waktu pembuatan dompet melewati waktu yang diperkirakan atau bahkan tidak dapat diprediksi akibat bahan bakunya tidak tersedia.
Sayang sekali yah… padahal kalau kita lihat di jalan atau di tempat umum lainnya sering sekali orang membuang bekas bungkus kopi ini. Dianggap sampah belaka.
Sedangkan barang serupa yang dianggap sampah oleh orang lain itu bisa diolah menjadi karya bernilai jual tinggi di tangan ibu-ibu Cibangkong ini.
Makanya, kalau kita mau usaha sedikit sih gampang ... pisahkan bungkus kopi, teh, atau minuman instan yang biasa dikonsumsi, lalu kirimkan ke Ibu-ibu di Cibangkong supaya bisa diolah lagi jadi kerajinan tangan.
Hasil karya mereka juga sangat layak dikoleksi, sebagai hadiah untuk teman, atau dijual ulang. Apa pun itu kerajian seperti ini patut diapresiasi karena sifatnya mengurangi sampah yang mencemari lingkungan atau 'eco-friendly'.
Sebagian besar teman-teman bule saya sangat tertarik dengan isu seperti ini, sayang sekali orang kita sendiri masih kurang kepeduliannya.
Jadi gak aneh juga kalau sebagian pembeli tetap kerajinan dompet di Cibangkong ini malah tamu luar (Jepang, NZ, Korea, Swiss). Karena memang malah orang luar cenderung lebih sadar akan pentingnya kerajinan ramah lingkungan yang berbasis daur ulang (recycle), mengurangi sampah (reduce) atau penggunaan ulang (reuse).